Sumber: IISIA
Slag (atau terak) merupakan kumpulan oksida logam yang berada di atas logam cair pada suatu proses peleburan. Oksida-oksida logam yang membentuk slag berasal dari logam-logam pengotor pada komposisi bijih. Dalam keadaan dingin, slag mempunyai sifat fisik keras karena didominasi oleh oksida. Berdasarkan karakteristik fisik yang ditampilkan pada Tabel 1, terlihat bahwa slag dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi, mulai dari konstruksi, pengolahan air limbah, pupuk dan bahan perbaikan tanah sampai proses pembuatan semen.
Tabel 1 Karakteristik slag
Kondisi di Indonesia
Di Indonesia, slag baja masih digolongkan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014. Diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun masih menempatkan slag baja sebagai B3.
Penggolongan ke dalam material B3 ini mengakibatkan penggunaan slag baja menjadi terkendala. Alih-alih memanfaatkan slag, yang terjadi justru penambahan beban biaya opersional yang cukup signifikan, seperti harus penyediakan lahan penyimpanan yang bisa mencapai 1 sampai 2 hektar, biaya penanganan dan transportasi. Selain itu, karena statusnya sebagai B3, pengguna potensial tidak berani mengambil resiko untuk memanfaatkan slag tersebut karena berpotensi memunculkan konsekuensi hukum dan sosial.
Secara terpisah, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia sesungguhnya telah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pemanfaatan slag, yaitu:
SNI 8378:2017 mengenai Spesifikasi Lapis Pondasi dan Bawah Menggunakan Slag; SNI 8379:2017 mengenai Spesifikasi Material Pilihan (Selected Material) Menggunakan Slag untuk Konstruksi Jalan; dan SNI-6385-2016 Spesifikasi Semen Slag untuk Digunakan dalam Beton dan Mortar.
Adanya pengakuan BSN akan fungsi slag mengindikasikan bahwa material tersebut memang mempunyai kegunaan yang cukup andal dan beragam. Namun demikian, pengakuan BSN ini masih belum secara efektif dapat mendorong pemanfaatan slag karena kendala status B3 yang mengakibatkan pengguna lebih memilih menghindari penggunaannya karena risiko hukum dan sosial sebagaimana disebutkan di atas.
Penanganan slag di beberapa negara
Sejak puluhan tahun, slag sudah digunakan untuk berbagai aplikasi, misalnya: sebagai bahan baku semen, material beton, material badan jalan, atau material timbunan di berbagai negara maju seperti: Jepang, Amerika, Uni Eropa dan Korea Selatan. Aplikasi yang cukup berbeda adalah penggunaan slag sebagai pupuk tanaman. Hal ini menarik, karena selain menunjukkan kegunaan slag yang beragam, juga dengan sendirinya membuktikan bahwa slag ternyata sangat aman bagi lingkungan dan manusia. Jepang telah mengembangkan pupuk tanaman berbasis material slag. Di negara ini, slag digolongkan sebagai Green Purchasing Item yang merupakan program untuk mempromosikan aspek lingkungan dalam proses pengadaan barang dan diatur oleh Green Puschasing Law yang telah diberlakukan sejak tahun 2001. Dengan menggunakan slag, Jepang telah berhasil memproduksi berbagai jenis pupuk tanaman, seperti terlihat pada Gambar 1. Nippon Slag Association menyatakan bahwa slag dari blast furnace (BF) yang mengandung senyawa CaO, SiO2, dan MgO dapat digunakan sebagai pupuk kalsium silikat untuk pembibitan padi. Sementara itu, slag yang berasal dari besi dan baja mengandung FeO, MnO, dan P2O5 yang dapat digunakan sebagai pupuk konverter basa. Pupuk ini berguna pada pertanian lahan kering, padang rumput, dan juga sebagai pupuk tambahan untuk budi daya padi. Sifat basa dari senyawa-senyawa oksida tersebut diketahui mampu berperan sebagai penyeimbang pH dengan menetralisir tingkat keasaman pada tanah. Selain itu, pupuk dari slag dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah tumbuhnya rumput, sehingga cocok untuk sawah dan ladang.
Gambar 1 Contoh penggunaan slag di Jepang: a) Ilustrasi penggunaan pupuk kalsium silikat untuk budi daya padi, b) Contoh pupuk yang dibuat dari slag BF tergranulasi, c) Contoh pupuk yang dibuat dari slag konverter. Sumber: Nippon Slag Association
Selain mengembangkan slag sebagai bahan pembuat pupuk, Nippon Slag Association juga mengembangkan slag (BF) untuk bahan pembuat rockwool (Gambar 2). Rockwool hasil dari slag BF ini mempunyai sifat fisik ringan dan berserat, yang berguna untuk bahan isolasi panas, lapisan peredam suara pada dinding, dan sebagai media tumbuh tanaman hidroponik. Sebagai bahan isolasi panas, rockwool ini sudah digunakan untuk rumah tinggal dan bangunan komersial.
Gambar 2 a) Diagram alir pembuatan rockwool dari slag, b) Rockwool komersial, c) Contoh pemakaian rockwool pada dinding dan bangunan. Sumber: Nippon Slag Association
Sementara itu, Korea Selatan mengembangkan slag dalam berbagai teknologi teknik sipil, seperti pengembangan material aspal dan beton. Kedua pengembangan material ini berasal dari air cooled slag dan steel making slag (Gambar 3 dan 4).
Pengembangan pemanfaatan material slag ini tentu dapat terjadi melalui penanganan yang komprehensif yang meliputi pelaksanaan penelitian serta kerja sama antar industri dan pemerintah. Langkah komprehensif ini sangat penting untuk menghasilkan kebijakan yang akan menentukan bahwa slag memang aman untuk dimanfaatkan.
Selain pengembangan di Asia, berdasarkan “Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Annex IX, List B, Waste category: B1200 - Granulated slag arising from the manufacture of iron and steel dan B1210 - Slag arising from the manufacture of iron and steel including slags as a source of TiO2 and vanadium”, slag dinyatakan tidak termasuk dalam kategori limbah berbahaya. Konsensus ini diketahui telah berlaku sejak 6 November 1998.
Peluang Penggunaan Slag di Indonesia
Dari seluruh industri baja yang ada di Indonesia, slag yang dihasilkan diperkiraan mencapai lebih dari 5 juta ton/tahun. Jumlah dan kontinuitas produk sebanyak itu sangat menarik apabila digunakan sebagai bahan dasar untuk berbagai aplikasi. Produk-produk slag yang ada di Indonesia memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan dasar bidang teknik sipil seperti: pengurukan rawa, pengerasan dasar jalan raya, dan talut bendungan. Di bidang pengolahan mineral, slag dapat digunakan untuk membuat klingker semen. Selain itu, di bidang pertanian, slag dapat digunakan sebagai bahan dasar pupuk. Penggunaan slag sebagai bahan dasar industri komersial tersebut akan dapat memberikan dampak positif pada berbagai aspek dalam kehidupan kita, antara lain:
Aspek Lingkungan:
Slag dapat menggantikan sumber daya untuk berbagai kebutuhan sehingga ikut serta dalam menjaga kelestarian sumber daya alam.
Aspek Sosial:
Slag akan menciptakan berbagai industri turunan yang turut menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Aspek Ekonomi:
Slag tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi industri baja namun juga bagi banyak pihak lainnya
Tabel 2 memberikan penjelasan lebih detil atas berbagai manfaat dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi apabila slag tidak dikategorikan sebagai B3. Dengan mengacu pada pemanfaatan slag yang dilakukan oleh POSCO di Korea, maka nillai eknomis slag bisa mencapai hampir 2 triliun rupiah dengan peluang penciptaan lapangan kerja hingga lebih dari 320 jenis.
Tabel 2 Hubungan natara aspek dan kemanfaatan slag
Perbedaan Nilai Ekonomi Slag Sebagai Limbah B3 dan Non B3
Aspek ekonomi yang ditimbulkan karena penggolongan slag sebagai limbah B3 mempunyai dampak yang sangat besar. Dengan menggunakan data pada industri baja terintegrasi berkapasitas 3 juta ton per tahun yang meliputi jumlah slag yang dihasilkan, biaya penanganan limbah, hingga biaya penyimpanan yang dihubungkan dengan harga slag, dapat dilakukan analisis keekonomian dampak penetapan slag sebagai B3 dan non B3, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perhitungan ekonomi penanganan slag pada industri baja terintegrasi berkapasitas 3 juta ton per tahun
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan penggolongan status slag dari limbah B3 menjadi limbah non B3 akan memberikan keuntungan tambahan sebesar Rp41,76 miliar/tahun. Namun, apabila status slag masih limbah B3, maka potensi keuntungan tersebut akan hilang dan bahkan harus dikeluarkan biaya pengelolaan tambahan sebesar Rp480 miliar/tahun akibat terbatasnya area penyimpanan untuk slag baja.
Usulan IISIA
Hingga saat ini slag yang ada di Indonesia masih digolongkan sebagai limbah B3, seperti tertuang dalam PP 101/2014 maupun Permen LHK No. 10 tahun 2020. Dengan mempertimbangkan berbagai manfaat slag baik dari aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial, serta memperhatikan fakta beban biaya yang harus ditanggung industri dan potensi manfaat ekonomi yang hilang sebagai akibat penetapan sebagai B3, maka IISIA mengharapkan dukungan dari Pemerintah terkait status slag, sebagai berikut:
Penghapusan slag dari daftar limbah B3 melalui revisi lampiran 3 dan 4 dalam Peraturan Pemerintah (PP) 101/2014 dengan mengeluarkan slag baja dari daftar limbah B3 sehingga mempermudah pelaku industri dalam proses pengolahan dan pemanfaatan untuk meningkatkan daya saing industri baja nasional. Mendorong penggunaan dan pemanfaatan slag baja di proyek-proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun proyek-proyek nasional lainnya serta mengampanyekan green purchasing item (produk ramah lingkungan) yang perlu didorong pemanfaatannya.
Sebagai pertimbangan lebih lanjut, pada Tabel 4 disajikan perbandingan penanganan slag yang ada di Indonesia, Korea dan Jepang.
Tabel 4 Perbandingan regulasi penanganan slag di Inonesia, Korea Selatan dan Jepang