Skrap Baja Bukan Lagi Limbah
Sumber: Argus Media, Mysteel, EU Council, ISRI, Federación Española de la Recuperación yel Reciclaje, IISIA
Pada awal November 2020, Regulator Pasar Pemerintah Tiongkok telah merilis dokumen untuk mendapatkan umpan balik tentang standar baru impor skrap baja yang direncanakan akan diterbitkan pada akhir tahun ini. Salah satu aspek yang ditunggu dari regulasi baru Pemerintah Tiongkok tersebut adalah perubahan klasifikasi skrap baja dari limbah menjadi sumberdaya bahan baku daur ulang (recycle material) dan bukan lagi diklasifikasikan sebagai limbah. Perubahan ini sejalan dengan kebijakan yang telah diambil untuk impor skrap aluminium dan tembaga yang telah ditetapkan sebagai bahan baku daur ulang. Keputusan baru pemerintah Tiongkok untuk skrap baja akan menjadi angin segar bagi pelaku industri besi dan baja di negara tersebut setelah sejak tahun 2018 Pemerintah Tiongkok menerapkan pembatasan impor limbah padat, termasuk skrap baja. Dengan perubahan klasifikasi tersebut maka diharapkan impor skrap menjadi lebih mudah, tanpa perlu mengikuti ketentuan impor limbah.
Perubahan status skrap baja dari limbah menjadi produk telah cukup lama diadopsi di Uni Eropa, tepatnya sejak 31 Mei 2011, melalui EU Regulation No. 333/2011 (EU/333/2011). Dalam regulasi tersebut ditetapkan bahwa skrap tidak lagi dikategorikan sebagai limbah sepanjang memenuhi kriteria dalam regulasi EU/333/2011 (Gambar 1):
(1) Skrap besi dan baja memenuhi ketentuan pada Lampiran I regulasi EU/333/2011 yang antara lain mempersyaratkan impurities maksimum 2%, tidak tampak mengandung oli, emulsi oli, pelumas dan gemuk. Secara prinsip, persyaratan ini merupakan ketentuan umum yang sudah berlaku pada perdagangan skrap internasional.
(2) Sertifikat kesesuaian diterbitkan untuk setiap skrap yang diproses mengikuti ketentuan Artikel 5 dan Lampiran III regulasi EU/333/2011.
(3) Sistem manajemen kualitas yang terverifikasi sudah diterapkan berdasarkan Artikel 6 regulasi EU/333/2011.
Sumber: Federación Española de la Recuperación yel Reciclaje, 2012
Gambar 1 Persyaratan Perubahan Status Skrap Besi dan Baja dari Limbah Menjadi Produk
Perubahan ketentuan skrap dari limbah menjadi bahan baku daur ulang atau produk bertujuan untuk mempermudah perdagangan skrap baja sehingga dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan bahan baku bagi industri besi dan baja. Dengan perubahan ini diharapkan akan memberikan berbagai manfaat bagi industri besi dan baja, antara lain sebagai berikut;
(a) Perdagangan Skrap Sebagai Produk
- Potensi jumlah pemasok dan volume pasokan yang lebih banyak dan mudah sehingga berpotensi untuk mendapatkan skrap dengan harga kompetitif.
(b) Transportasi Skrap Sebagai Produk
- Transportasi menjadi lebih mudah dan murah karena tidak memerlukan perusahaan pelayaran khusus yang memiliki sertifikat untuk transportasi limbah.
(c) Impor Skrap Sebagai Produk
- Lebih mudah mendapatkan sumber skrap karena tidak memerlukan importir dengan perijinan dan persyaratan khusus.
- Proses impor menjadi lebih pasti dan lebih cepat karena proses administrasi perijinan impor dan proses pemeriksaan yang lebih sederhana.
Manfaat perubahan status skrap menjadi produk seperti tersebut di atas akan secara langsung memberikan dampak peningkatan daya saing bagi industri besi dan baja di negara-negara yang menetapkan ketentuan tersebut.
Berkaca pada tren perubahan status skrap dari limbah menjadi bahan baku daur ulang atau produk yang telah diadopsi secara internasional, IISIA berharap pemerintah mempertimbangkan untuk menetapkan kebijakan yang lebih memberikan kemudahan bagi industri baja nasional untuk mendapatkan bahan baku skrap. Pada saat ini, industri baja nasional masih memiliki kendala khususnya terkait ketentuan tidak terdapatnya toleransi kandungan material ikutan (impuritas) dalam Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (Perindustrian, Perdagangan dan KLH) dan Kapolri tentang Pelaksanaan Impor Limbah Non-B3. Hal ini dapat diartikan bahwa impuritas skrap baja harus 0%, yang tentu saja sangat sulit dipenuhi dan membuat harga skrap menjadi lebih mahal. Di sisi lain, Uni Eropa menetapkan persyaratan impuritas maksimal sebesar 2% (EU/333/2011), Vietnam menetapkan batas kandungan impuritas maksimal 5% (Vietnam Ministry of National Resources and Environment, No. 01/2013/TT-BTNMT), Tiongkok menetapkan batas impuritas sebesar maksimal 2% (National Standard of The People’s Republic of China, GB No.16487, 1 – 2005), dan beberapa negara lainnya juga menggunakan standar yang hampir serupa. Dengan demikian, produsen baja di negara-negara ini akan lebih mudah mendapatkan skrap baja dengan harga lebih murah sehingga lebih kompetitif dibandingkan produsen baja di Indonesia. Rencana adopsi ketentuan skrap baja menjadi bahan baku daur ulang atau produk (bukan limbah) akan semakin memberikan daya saing terhadap produsen baja di negara-negara tersebut dan akan semakin mengakibatkan industri baja nasional mengalami ketertinggalan daya saing.
IISIA berharap persyaratan terkait kandungan impuritas skrap dapat ditinjau kembali dan ditetapkan sesuai standar internasional dan selanjutnya juga dapat dilakukan penetapan skrap bukan lagi limbah namun produk atau bahan baku daur ulang (B2DU) bagi industri baja nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No.61/M-IND/PER/7/2014 tentang Bahan Baku Daur Ulang (B2DU) untuk Industri Peleburan Besi dan Baja. Perubahan persyaratan skrap baja dan penetapan sebagai material bahan baku daur ulang diharapkan akan memberikan dukungan terhadap daya saing bagi industri besi dan baja nasional.
-------0O0-------